Perkara gugatan
pelanggaran hak cipta logo cap jempol pada kemasan produk mesin cuci
merek TCL bakal berlanjut ke Mahkamah Agung setelah pengusaha Junaide
Sasongko melalui kuasa hukumnya mengajukan kasasi. "Kita akan mengajukan
kasasi ke Mahkamah Agung (MA), rencana besok (hari ini) akan kami
daftarkan," kata Angga Brata Rosihan, kuasa hukum Junaide. Meskipun
kasasi ke MA, Angga enggan berkomentar lebih lanjut terkait pertimbangan
majelis hakim yang tidak menerima gugatan kliennya itu. "Kami akan
menyiapkan bukti-bukti yang nanti akan kami tunjukan dalam kasasi,"
ujarnya. Sebelumnya, majelis hakim Pengadilan Niaga Jakarta Pusat
mengatakan tidak dapat menerima gugatan Junaide terhadap Nurtjahja
Tanudi-sastro, pemilik PT Ansa Mandiri Pratama, distributor dan perakit
produk mesin cuci merek TCL di Indonesia.
Pertimbangan majelis hakim menolak gugatan tersebut antara lain gugatan itu salah pihak (error in persona). Kuasa hukum tergugat, Andi Simangunsong, menyambut gembira putusan Pengadilan Niaga tersebut. Menurut dia, adanya putusan itu membuktikan tidak terdapat pelanggaran hak cipta atas peng-gunaan logo cap jempol pada produk TCL di Indonesia. Sebelumnya, Junaide menggugat Nurtjahja karena menilai pemilik dari perusahaan distributor dan perakit produk TCL di Indonesia itu telah menggunakan logo cap jempol pada kemasan mesin cuci merek TCL tanpa izin. Dalam gugatanya itu. penggugat menuntut ganti rugi sebesar Rp 144 miliar.
Penggugat mengklaim pihaknya sebagai pemilik hak eksklusif atas logo cap jempol. Pasalnya dia mengklaim pemegang sertifikat hak cipta atas gambar jempol dengan judul garansi di bawah No.-C00200708581 yang dicatat dan diumumkan untuk pertama kalinya pada 18 Juni 2007. Junaide diketahui pernah bekerja di TCL China yang memproduksi AC merek TCL sekitar pada 2000-2007. Pada 2005. Junaide mempunya ide untuk menaikkan kepercayaan masyarakat terhadap produk TCL dengan membuat gambar jempol yang di bawahnya ditulis garansi. Menurut dia, Nurtjahja telah melanggar Pasal 56 dan Pasal 57 UU No. 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta. Untuk itu Junaide menuntut ganti rugi materiel sebesar Rpl2 miliar dan imateriel sebesar Rp 120 miliar.
Pertimbangan majelis hakim menolak gugatan tersebut antara lain gugatan itu salah pihak (error in persona). Kuasa hukum tergugat, Andi Simangunsong, menyambut gembira putusan Pengadilan Niaga tersebut. Menurut dia, adanya putusan itu membuktikan tidak terdapat pelanggaran hak cipta atas peng-gunaan logo cap jempol pada produk TCL di Indonesia. Sebelumnya, Junaide menggugat Nurtjahja karena menilai pemilik dari perusahaan distributor dan perakit produk TCL di Indonesia itu telah menggunakan logo cap jempol pada kemasan mesin cuci merek TCL tanpa izin. Dalam gugatanya itu. penggugat menuntut ganti rugi sebesar Rp 144 miliar.
Penggugat mengklaim pihaknya sebagai pemilik hak eksklusif atas logo cap jempol. Pasalnya dia mengklaim pemegang sertifikat hak cipta atas gambar jempol dengan judul garansi di bawah No.-C00200708581 yang dicatat dan diumumkan untuk pertama kalinya pada 18 Juni 2007. Junaide diketahui pernah bekerja di TCL China yang memproduksi AC merek TCL sekitar pada 2000-2007. Pada 2005. Junaide mempunya ide untuk menaikkan kepercayaan masyarakat terhadap produk TCL dengan membuat gambar jempol yang di bawahnya ditulis garansi. Menurut dia, Nurtjahja telah melanggar Pasal 56 dan Pasal 57 UU No. 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta. Untuk itu Junaide menuntut ganti rugi materiel sebesar Rpl2 miliar dan imateriel sebesar Rp 120 miliar.
http://chaeroniachmad.blogspot.com/2011/04/contoh-kasus-hak-cipta.html
2. Pembahasan Kasus
Hak Paten
Kasus Hak Paten Obat-obatan
India
sedang mempersiapkan perlawanan menghadapi paten atas obat diabet yang
didasarkan pada tanaman dari India. Kantor Paten Amerika Serikat telah
memberikan paten pada sebuah perusahaan farmasi Amerika Serikat atas
obat yang dibuat dari terong dan pare. Menurut pemerintah India, kedua
tanaman tersebut sudah ribuan tahun digunakan untuk menyembuhkan
diabetes di India dan sudah terdokumentasi dalam banyak teks tentang
tanaman obat di India.
Sementara
itu, tanaman afrika juga tidak luput dari pematenan. Amerika Serikat
kembali memberikan paten nomor 5,929,124 granted tanggal 27 Juli 1999
kepada dua ilmuwan Swiss untuk penemuan berupa zat aktif dari akar
sebuah pohon (Swartzia madagascariensis) di Afrika. Zat aktif ini
digunakan untuk mengobati infeksi jamur serta gatal-gatal pada kulit.
Penelitian menunjukkan bahwa bahan kimia dari pohon ini jauh lebih ampuh
dari obat anti jamur yang ada sekarang, yang menarik adalah kasus
‘perang paten’ atas obat genetik antara Amerika Serikat dan Inggris.
Myrian
Genetics, sebuah perusahaan Amerika Serikat telah mempatenkan dua gen
manusia untuk skrining kanker payudara. Padahal sebagian besar
penelitian tentang hal itu paling tidak pada satu gen yaitu BRCA2
dilakukan di Institut Penelitian Kanker Inggris. Myriad mengajukan paten
beberapa jam sebelum Institut kanker mengumumkan penemuannya dalam
majalah Nature. Pemberian paten ini akan mengancam pekerjaan 15
laboratorium di Inggris yang dibiayai oleh masyarakat/negara dengan
biaya 15 kali lebih rendah dibandingkan di AS.
Analisis
:
Kasus
hak paten dalam wacana di atas, terdapat tiga kasus hak paten mengenai
obat-obatan mulai dari tradisional hingga bahan kimia. Uniknya dalam
tiga kasus tersebut melibatkan satu negara yang bermasalah dengan negara
lain mengenai hak paten obat-obatan, Negara tersebut adalah Amerika
Serikat.
Pertama,
Kantor Paten Amerika Serikat telah memberikan paten pada sebuah
perusahaan farmasi Amerika Serikat atas obat yang dibuat dari terong dan
pare. Padahal tanaman tersebut berasal dari Negara India. Sudah ribuan
tahun dua tanaman tersebut digunakan untuk menyembuhkan diabetes di
India dan sudah terdokumentasi dalam banyak teks tentang tanaman obat di
India.
Hal
ini menunjukan bahwa Negara Amerika Serikat telah mengambil hak paten
dua tamanan tersebut dari Negara India. Seharusnya hal ini tidak
dilakukan oleh Amerika Serikat karena sudah jelas bahwa tanaman tersebut
berasal dari Negara Lain bukan dari Negaranya. Untuk menyelesaikan
kasus tersebut, Negara India harus dengan cepat mempatenkan dua tanaman
tersebut agar Amerika Serikat tidak berbuat seperti itu dan memberikan
hukuman pada Amerika Serikat yang telah berusaha mengambil hak paten
dari dua tanaman itu.
Kedua,
Amerika Serikat kembali memberikan paten kepada dua ilmuwan Swiss untuk
penemuan berupa zat aktif dari akar sebuah pohon (Swartzia
madagascariensis) di Afrika. Zat aktif ini digunakan untuk mengobati
infeksi jamur serta gatal-gatal pada kulit.
Masih
dengan negara yang sama yaitu Amerika Serikat yang mengambil hak paten
zat aktif dari sebuah pohon di Afrika. Seharusnya hak paten atas zat
aktif tersebut adalah milik Negara Afrika karena pohon tersebut ada di
wilayah Afrika. Tidak ada hak untuk Amerika Serikat maupun Inggris yang
bisa mengakui bahwa zat aktif tersebut milik mereka walaupun mungkin
dalam kenyataannya Amerika Serikat dan Inggris melalukan penelitian
untuk zat aktif itu. Tetapi tetap, hak paten untuk zat aktif itu adalah
milik Afrika dan Negara Afrika berhak memberi hukuman atas apa yang
dilakukan oleh Negara Amerika dan Inggris yang telah mengakui hak paten
atas zat aktif tersebut.
Terakhir,
Sebuah perusahaan Amerika Serikat telah mempatenkan dua gen manusia
untuk skrining kanker payudara. Padahal sebagian besar penelitian
dilakukan di Institut Penelitian Kanker Inggris. Myriad mengajukan paten
beberapa jam sebelum Institut kanker mengumumkan penemuannya dalam
majalah Nature.
Kasus
ini hanya karena kecepatan pengakuan hak paten dari Institut Penelitian
Kanker Inggris yang telah didahului oleh Myrian Genetics, sebuah
perusahaan Amerika Serikat dalam hitungan jam. Padahal penelitian ini,
sebagia besar dilakukan di Inggris namun lagi-lagi Amerika Serikat
mengakui yang bukan hak nya. Hal ini juga mengancam 15 pekerjaan
laboratorium di Inggris yang dibiayai oleh masyarakat Inggris.
Pesan
penting untuk Negara Amerika Serikat, jangan berkehendak sendiri dalam
melakukan apapun walaupun kita semua mengetahui bahwa Amerika Serikat
adalah negara yang kaya dalam pendanaan tetapi bukan seperti itu
caranya, mengakui yang bukan haknya. Berlaku adil dan bersikap
profesional itu yang seharusnya ditunjukan oleh negara super power
seperti Amerika Serikat
0 komentar:
Posting Komentar